Macro Stress Test Risiko Fiskal Yang Bersumber Dari BUMN
Penulis: Pusat Pengelolan Risiko Fiskal
Macro Stress Test Risiko Fiskal Yang Bersumber Dari BUMN
Bidang Analisis Risiko BUMN – Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
I. Pendahuluan
Pemerintah Indonesia mengelola badan usaha milik negara (BUMN) dalam jumlah yang sangat besar. Berdasarkan data per 1 Januari 2009, BUMN yang dikelola oleh pemerintah sebanyak 141 buah, tidak termasuk 19 badan usaha patungan minoritas. Dari jumlah tersebut, 127 BUMN berbentuk perusahaan perseroan (13 diantaranya adalah perusahaan terbuka) dan 14 BUMN berbentuk perusahaan umum.
Sebagian besar kekayaan BUMN dikuasai oleh beberapa BUMN besar. Laporan keuangan seluruh BUMN tahun 2008 menunjukkan jumlah aktiva BUMN sektor keuangan dan perbankan sebesar 51,4 persen dari total aktiva BUMN. Kemudian diikuti oleh BUMN sektor energi dan sektor pertambangan yang memiliki porsi sebesar 32,5 persen. Dari sisi penguasaan BUMN besar menunjukkan sepuluh BUMN terbesar menguasai 84,6 persen total aktiva BUMN.
Tabel 1. Komposisi Penguasaan Indikator Keuangan Utama BUMN Tahun 2008

Sumber: Kementerian Negara BUMN (diolah)
Kinerja keseluruhan BUMN juga ditentukan oleh beberapa BUMN. Total laba BUMN tahun 2008 mencapai Rp77,8 triliun yang dihasilkan oleh 112 BUMN. Dari jumlah ini, sebesar 80,1 persen disumbang oleh sepuluh BUMN dengan Pertamina sebagai penyumbang laba terbesar yang mencapai 38,8%.
Tabel 2. Perkembangan Kinerja BUMN, 2005 – 2008

Sumber: Kementerian Negara BUMN (diolah)
Sedangkan BUMN yang mengalami kerugian pada tahun yang sama sebanyak 29 perusahaan dengan nilai kerugian sebesar Rp14,0 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar 97,5 persen disebabkan oleh sepuluh BUMN dengan PLN sebagai BUMN yang mengalami kerugian paling besar yaitu 87,7 persen.
Kontribusi BUMN terhadap APBN baik secara langsung maupun tidak langsung terus meningkat. Kontribusi langsung BUMN melalui setoran dividen, pajak, dan hasil privatisasi, sedangkan kontribusi tidak langsung berupa multiplier effect bagi perkembangan perekonomian nasional. Porsi kontribusi pajak BUMN terhadap total penerimaan pajak APBN terus meningkat hingga mencapai 15,5 persen pada tahun 2008, begitu pula dengan porsi dividen terhadap total penerimaan bukan pajak sebesar 9,8 persen. Namun dari sisi pertumbuhan, kontribusi BUMN tahun 2008 hanya naik sebesar 23,1 persen lebih rendah dibandingkan tahun 2007 sebesar 33,2%. Penurunan ini disebabkan merosotnya pertumbuhan pajak BUMN dari 41,9% pada tahun 2007 menjadi 24,6% pada tahun 2008.
Tabel 3. Perkembangan Kontribusi BUMN Terhadap APBN, 2005-2008

Sumber: Departemen Keuangan (diolah)
Pembayaran subsidi kepada BUMN sebagai penugasan khusus dari Pemerintah sangat besar dan cenderung meningkat. Meskipun kontribusi BUMN terhadap penerimaan APBN secara total meningkat, namun subsidi yang dibayarkan oleh pemerintah juga mengalami kenaikan. Pada subsidi tahun 2008 sebanyak Rp275,3 triliun, sebesar 81,01 persen digunakan untuk subsidi listrik dan BBM yang diberikan melalui PT PLN dan PT Pertamina. Jumlah ini melonjak drastis dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan peningkatan harga minyak internasional, walaupun Pemerintah telah melakukan penyesuaian harga BBM dalam negeri pada pertengahan tahun 2008.
Tabel 4. Perkembangan Subsidi dan Penyertaan Modal Negara, kepada BUMN 2005 – 2008

Sumber: Departemen Keuangan (diolah)
Program penyehatan atas BUMN-BUMN yang merugi masih terus berlangsung. Pada tahun 2008 terdapat 29 BUMN yang mengalami rugi dengan total kerugian sebesar Rp14,03 triliun, jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2007 sebesar Rp7,1 triliun. PT PLN merupakan BUMN yang membukukan kerugian terbesar senilai Rp12,03 triliun atau 87,7 persen dari total kerugian. Sejak tahun 2008, program penyehatan BUMN tidak dilakukan secara langsung oleh Pemerintah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) tetapi dilaksanakan oleh PT Perusahaan Pengelola Aset ( PT PPA).
BUMN memberikan risiko kepada keuangan negara. Risiko ini disebabkan oleh beberapa hal seperti (i) ketidakpastian penerimaan dari pajak, dividen maupun penerimaan lainnya akibat fluktuasi dari kinerja BUMN, (ii) peningkatan besaran subsidi dan transfer dari Pemerintah di atas perkiraan sebelumnya, (iii) ketidakpastian kemampuan membayar hutang kepada Pemerintah dari pinjaman-pinjaman yang telah diberikan sebelumnya, dan (v) peningkatan kewajiban kontinjen baik eksplisit maupun implisit terhadap kemungkinan kegagalan bayar BUMN kepada pihak ketiga.
Besarnya risiko fiskal akibat eksposur Pemerintah terhadap BUMN menyebabkan perlunya pengukuran besar risiko. Hasil pengukuran tersebut akan memberikan langkah awal untuk melakukan manajemen risiko terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut. Faktor-faktor yang diperhitungkan adalah faktor-faktor makro yang terdiri dari kurs, suku bunga, harga bahan bakar, dan harga komoditi. Pengelolaan dan pengendalian risiko fiskal membutuhkan perencanaan atas penerimaan dan pengeluaran yang tepat, terutama sifat penerimaan negara yang lebih tidak pasti yang dapat berdampak negatif terhadap pencapaian misi Pemerintah. Mengingat besarnya kontribusi BUMN terhadap penerimaan negara, maka perlu ditelaah kemungkinan naik turunnya penerimaan negara jika terjadi perubahan ekonomi makro. Proyeksi kinerja BUMN tersebut didasarkan perubahan asumsi makro yang dikaitkan dengan penerimaan negara, nilai utang serta besarnya kebutuhan pendanaan di masa yang akan datang.
Pengukuran risiko dapat menggunakan beberapa pilihan metode seperti analisis sensitivitas, analisis skenario, dan stress test. Kejadian krisis ekonomi yang telah terjadi beberapa kali menjadikan kebutuhan untuk mengembangkan metode stress test menjadi penting. Perubahan faktor-faktor risiko yang ekstrim dapat membuat lonjakan negatif maupun positif pada BUMN dan akhirnya berdampak pada fiskal pemerintah. Oleh karena itu stress test perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran besar eksposur yang dapat terjadi. Gambaran ini menjadi masukkan penting bagi langkah lebih lanjut untuk mitigasi dan pengelolaan risiko.
Sejak tahun 2008, Departemen Keuangan telah melakukan Macrostress test atas risiko fiskal yang bersumber dari BUMN. Macrostress Test ini secara umum bertujuan untuk: (i) memperoleh pemahaman dari para ahli dan pelaku pasar mengenai proses bisnis dan faktor-faktor risiko baik eksternal maupun internal BUMN yang diuji, (ii) memperoleh masukan dan pandangan mengenai perkembangan kondisi dan lingkungan sektor industri BUMN yang diuji, baik BUMN di sektor keuangan maupun non-keuangan, dan (iii) memperoleh masukan hal-hal yang menjadi cost driver dan revenue driver dari BUMN yang diuji.
Secara khusus, tes ini bertujuan untuk mengetahui perubahan subsidi, arus kas bersih kepada keuangan negara, nilai hutang bersih perusahaan, kebutuhan pendanaan kotor yang akan ditanggung oleh Pemerintah atas perubahan risiko pasar (perubahan nilai tukar, tingkat bunga, harga minyak, harga komoditas dan lainnya) pada BUMN yang dipilih sebagai sampel. Hasil tes diharapkan dapat memberi gambaran mengenai besarnya risiko fiskal yang disebabkan karena perubahan makro. Dengan estimasi besarnya risiko ini, pemerintah dapat juga merencanakan tindakan-tindakan antisipatif secara matang dan terinci sehingga lebih siap menghadapi ketidakpastian yang disebabkan oleh faktor makro.
Bagi Kementerian Negara BUMN, hasil tes diharapkan memberikan gambaran tentang kinerja serta risiko portofolio BUMN. Perubahan dan perbaikan kebijakan dapat dilakukan dengan melihat efek variabel makro terhadap kinerja keseluruhan BUMN.
Bagi internal BUMN, hasil tes memberikan masukan pada perusahaan untuk membuat rencana secara matang dan terinci. Hasil proyeksi yang buruk dapat mendesak BUMN untuk berbuat sesuatu. Adanya sense of urgency menyebabkan perusahaan dapat berbenah diri secara cepat dan terarah.
Penyusunan Macrostress Test akan melibatkan ketiga elemen diatas. Dengan adanya buku ini diharapkan pembaca mampu melihat pentingnya pengelolaan risiko pada semua BUMN terkait, yang tentunya dipandu oleh kebijakan dari Kementerian Negara BUMN dan pada akhirnya akan mempengaruhi Keuangan Negara.
II. Risiko Fiskal BUMN: Konsep dan Isu
Analisis sustainabilitas fiskal tidak hanya terbatas dalam ruang lingkup kebutuhan anggaran dan pembiayaannya, tetapi juga aspek kemungkinan risiko-risiko yang akan terjadi. Selain karena kebutuhan yang semakin meningkat, beban fiskal juga meningkat bila risiko-risiko yang terkait benar-benar terjadi. Pemerintahan di berbagai negara menghadapi peningkatan risiko fiskal dan ketidakpastian akibat integrasi pasar keuangan internasional, privatisasi fungsi pemerintah, dan adanya bentuk off-budget dalam pengganggaran. Pemerintah tidak mungkin menghindar dari semua risiko fiskal, namun dapat mengontrol dan menguranginya jika Pemerintah mengetahui dan benar-benar mempertimbangkannya dalam penentuan kebijakan (Brodjonegoro: 2009).
Risiko fiskal didefinisikan sebagai perubahan keadaan atau kejadian khusus yang mempunyai dampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dimana perubahan tersebut tidak atau belum diperhitungkan dalam perencanaan sebelumnya. Hal ini disebabkan perubahan keadaan atau kejadian khusus tersebut tidak diketahui namun waktu dan atau besarannya tidak diketahui dengan pasti. Risiko fiskal dapat mempengaruhi pendapatan, besaran, dan atau saldo anggaran secara positif maupun negatif.
Konsep risiko fiskal mencakup aspek sumber risiko fiskal dan bentuk-bentuk kewajiban yang ditanggung oleh Pemerintah. Sumber risiko fiskal berasal dari tekanan keuangan yang mungkin dihadapi oleh Pemerintah di masa mendatang. Kewajiban Pemerintah terdiri atas kewajiban langsung, kewajiban kontinjensi, kewajiban eksplisit, dan kewajiban implisit. Kewajiban langsung adalah kewajiban yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada setiap waktu, sedangkan kewajiban kontinjensi merupakan kewajiban yang harus ditanggung oleh Pemerintah bila sesuatu hal terjadi. Kewajiban eksplisit adalah kewajiban Pemerintah yang harus didasarkan hukum atau kontrak, sehingga pemerintah secara eksplisit bertanggung jawab atas kewajiban tersebut. Kewajiban implisit merupakan kewajiban moral dari pemerintah yang mencerminkan fungsi pemerintah untuk menyelamatkan kepentingan publik atau kelompok tertentu. Tabel 5. menggambarkan ikhtisar matrik risiko fiskal.
Tabel 5. Matrik risiko fiskal

Keterangan:
Tanda (*) menyatakan bahwa dalam kerangka ini, pelayanan seperti ini masuk dalam kategori kewajiban implisit langsung pemerintah jika penyediaan tidak diwajibkan oleh UU. Jika diwajibkan oleh UU maka pelayanan seperti ini masuk dalam kewajiban eksplisit langsung pemerintah.
Sumber: Dialihbahasakan dari Polackova (1998) dalam Tabel 1.1. Brixi dan Mody (2002) dalam Brodjonegoro (2009).
Risiko fiskal BUMN merupakan risiko yang kemungkinan dihadapi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terkait dengan aktivitas BUMN. Risiko fiskal BUMN ini juga mencakup kewajiban yang secara legal eksplisit (seperti penjaminan atas pinjaman BUMN dan pemberian dana public service obligation/PSO) dan kewajiban yang implisit menurut publik atau politik menjadi beban pemerintah (seperti penanganan BUMN yang bangkrut).
Aktivitas dan kinerja BUMN dipengaruhi oleh berbagai macam faktor baik yang bersumber dari internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut ada yang dalam kendali manajemen BUMN maupun tidak. Faktor-faktor makro seperti kurs mata uang asing, suku bunga, harga energi dan harga komoditi merupakan faktor-faktor yang ditentukan oleh pergerakan penawaran dan permintaan di pasar dunia. Oleh karena itu, BUMN tidak dapat mempengaruhi nilai atau besaran faktor-faktor tersebut yang terjadi di pasar. BUMN dapat membatasi dan mengontrol besar eksposur terhadap faktor-faktor makro tersebut dengan berbagai kontrak untuk melakukan lindung nilai kepada aktiva maupun pasiva yang dimilikinya, namun eksposur yang tersisa akan tetap selalu ada dan akan mempengaruhi kinerja BUMN. Dalam hal ini, transaksi antara Badan Usaha Milik Negara dengan Pemerintah dapat dipengaruhi oleh pergerakan faktor-faktor tersebut.
Transmisi faktor-faktor risiko makro ke fiskal melalui BUMN adalah menggunakan media transaksi BUMN tersebut dengan pemerintah. Terdapat empat kelompok transaksi yang ingin didalami dalam buku ini, yaitu sebagai berikut:
Pajak, dividen dan royalti
BUMN memberikan kontribusi kepada APBN melalui pajak (pajak penghasilan badan, pajak pertambahan nilai dan pajak-pajak lainnya), royalti, dan dividen. Pajak, royalti dan dividen bergantung kepada kemampuan perusahaan menghasilkan pendapatan dan mengontrol pengeluaran.
Namun pendapatan dan pengeluaran juga dipengaruhi oleh faktor-faktor makro. Oleh karena itu, pemahaman mengenai pengaruh faktor makro terhadap pendapatan dan pengeluaran perlu dipahami agar dapat diukur dan memberikan petunjuk untuk pengelolaan dan kontrol risiko.
Pinjaman Pemerintah untuk BUMN
Selain kontribusi di atas, BUMN dapat mempengaruhi APBN melalui transaksi hutang antara Pemerintah dengan BUMN tersebut. Hutang tersebut dapat berupa penerusan pinjaman (two-step loans) atau pun pinjaman dari Rekening Dana Investasi Pemerintah. Setiap pemberian hutang baru adalah bagian dari belanja APBN, sedangkan setiap pembayaran bunga dan pokok hutang adalah bagian dari pendapatan APBN.
Besaran belanja maupun pendapatan APBN ini dapat berubah dibandingkan dengan yang diperkirakan sebelumnya apabila melibatkan kurs mata uang asing maupun struktur bunga yang mengambang (floating). Oleh karena itu, pengaruh fluktuasi mata uang maupun suku bunga perlu diukur terhadap pendapatan maupun belanja APBN akibat transaksi hutang antara Pemerintah dengan BUMN.
Subsidi dan Transfer dari Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan umum, BUMN akan mendapatkan subsidi dari Pemerintah apabila harga jual yang ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan biaya pokok penyediaan. Untuk itu disusun formulasi subsidi yang memperhitungkan besaran subsidi yang diberikan berdasarkan harga jual, biaya pokok penyediaan, pajak, dan marjin yang diberikan. Tata cara perhitungan dan pemberian subsidi tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang terkait. Selain subsidi Pemerintah, dalam situasi tertentu, ada pula transfer dari Pemerintah. Salah satu bentuk transfer dari Pemerintah adalah Penyertaan Modal Pemerintah (PMN).
Faktor-faktor makro di atas juga dapat mempengaruhi besar dari biaya pokok penyediaan. Contohnya adalah adanya komponen biaya bahan bakar dalam biaya tersebut, apabila harga bahan bakar meningkat, maka akan meningkatkan besar subsidi yang harus dibayarkan oleh Pemerintah. Demikan pula halnya apabila bagian dari biaya pokok penyediaan tersebut harus dibayar dengan kurs mata uang asing.
Dukungan Pemerintah terhadap BUMN
Dalam kasus-kasus tertentu, Pemerintah memberikan dukungan kepada BUMN. Salah satu bentuk dukungan tersebut misalkan dukungan pembayaran hutang. Namun pada umumnya hutang BUMN tidak dijamin secara eksplisit oleh Pemerintah. Meskipun demikian, besar kewajiban hutang dari BUMN tetap menjadi perhatian Pemerintah karena secara implisit umumnya investor berharap Pemerintah memberikan dukungan dalam membantu pelunasan kewajiban hutang BUMN.
Besar kewajiban pembayaran hutang tersebut juga dapat berubah-ubah apabila pinjaman yang diberikan berdenominasi mata uang asing dan juga apabila suku bunga yang dikenakan menggunakan sistem bunga mengambang. Oleh karena itu porsi/bagian hutang (dalam hal ini pinjaman yang ada biayanya/bunga) yang berupa mata uang asing dan berbunga mengambang perlu diidentifikasi. Dari hasil identifikasi tersebut, pengukuran dampak pergerakan kurs dan suku bunga terhadap besaran hutang akan dapat diukur.
Pengukuran risiko fiskal BUMN dilakukan dengan menggunakan indikator berikut:
a. Kontribusi bersih BUMN terhadap APBN
Terdiri dari pajak-pajak dikurangi dengan subsidi pemerintah, ditambah dengan dividen, dikurangi dengan transfer pemerintah di luar subsidi, ditambah dengan pembayaran bunga dan pokok pinjaman kepada pemerintah. Aliran ini merupakan pemasukkan bersih kepada keuangan negara dari BUMN yang bersangkutan. Apabila subsidi mendominasi aliran ini, maka arus kas bersih tersebut dapat negatif.
b. Nilai hutang bersih perusahaan
Adalah total kewajiban perusahaan dikurangi dengan ketersediaan kas dan aset lancar yang sangat likuid. Nilai hutang bersih ini tidak berpengaruh langsung kepada keuangan negara. Namun demikian, pemerintah dapat dianggap memiliki kewajiban implisit untuk membantu pembayaran kewajiban BUMN bila ada tagihan dari pihak ketiga yang tidak tertagih sedemikian sehingga membahayakan rating negara.
c. Kebutuhan pendanaan kotor
Merupakan kebutuhan pendanaan untuk mendanai aset akibat sumber-sumber pendanaan yang telah tersedia tidak dapat memenuhi. Untuk itu perusahaan perlu menerbitkan surat hutang atau pun saham baru dalam rangka memenuhinya. Hal ini juga tidak berpengaruh langsung kepada pemerintah, kecuali perusahaan memiliki investasi yang wajib dilakukan namun tidak memiliki akses sumber pembiayaan yang memadai seperti program percepatan pembangunan pembangkit batubara 10,000 MW oleh PT PLN. Proyek percepatan tersebut membutuhkan dukungan pemerintah untuk mendapatkan pinjaman dari pihak ketiga.
d. Subsidi
Berpengaruh langsung kepada keuangan negara karena mengurangi arus kas bersih yang diterima oleh pemerintah.
e. Pendapatan perusahaan
Merupakan sumber arus kas bersih yang dapat diterima oleh pemerintah. BUMN diharapkan menghasilkan profit dengan mendapatkan pendapatan yang besar tanpa diiringi dengan biaya yang sama atau lebih besar.
III. Kerangka Model Macrostress Test Risiko Fiskal BUMN
Stress test merupakan salah satu metoda kuantitatif yang dapat digunakan dalam analisis makroprudensial, biasanya dilakukan di sektor keuangan. Secara umum, stress test adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk mengukur ketahanan sebuah sistem keuangan terhadap kejadian-kejadian luar biasa (seperti shock makroekonomi) yang mungkin terjadi di masa depan. Interpretasi stress test lebih diperlakukan sebagai indikator eksposur dan bukan hasil forecasting (Santoso: 2008).
Model macrostress test risiko fiskal BUMN dibuat dan digunakan untuk tujuan mengukur risiko fiskal yang muncul akibat transaksi antara pemerintah dengan BUMN. Risiko yang diperhitungkan pada buku ini adalah risiko-risiko makroekonomi seperti pertumbuhan produk domestik bruto, harga komoditi, valuta asing, inflasi dan lain-lain.
Faktor-faktor ini merupakan bagian dari faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja BUMN dan berakibat pada kinerja transaksi dengan pemerintah melalui pembayaran pajak, pembayaran dividen, pembayaran bunga hutang dari pemerintah, dan tambahan pinjaman dari pemerintah. Model ini diharapkan bisa memberikan gambaran transmisi faktor-faktor risiko tersebut kepada keuangan negara melalui BUMN dan melakukan pengukuran dampaknya.
Metodologi stress test mencakup panduan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam melakukan stress test. Alur stress test meliputi pengumpulan data, identifikasi faktor-faktor risiko, penentuan skenario dan besar pengaruh, penentuan shocks, penentuan dan estimasi model, pelaporan hasil, pengambilan keputusan (jika perlu) serta penilaian kembali stress-test.
Pada pengukuran risiko fiskal BUMN, kuantifikasi faktor risiko ditujukan pada spesifikasi faktor risiko yang dapat memberi tekanan kepada komponen APBN melalui dampak atas BUMN. Faktor risiko meliputi perubahan atas serangkaian variabel berikut: (i) makroekonomi: meliputi perubahan harga komoditas internasional (khususnya minyak), nilai tukar, suku bunga dan tingkat inflasi, (ii) regulasi: meliputi kebijakan penetapan harga (khususnya yang terkait dengan PSO), (iii) operasional: meliputi penundaan dan kelanjutan biaya atas implementasi proyek dan faktor-faktor yang mempengaruhi teknis efisiensi operasional, (iv) sektor: meliputi faktor specific dalam sektoral yang mempengaruhi permintaan, perubahan pangsa pasar dan biaya produksi, dan (v) force majeure: seperti bencana alam dan faktor risiko lain yang tidak dikendalikan.
Dampak berbagai faktor risiko terhadap komponen APBN dapat dilihat melalui indikator risiko fiskal BUMN yakni (i) Kontribusi bersih BUMN terhadap APBN, (ii) Utang bersih BUMN, dan (iii) Kebutuhan pembiayaan bruto BUMN. Pengukuran dilakukan dengan menggunkan template spreadsheet analisis risiko fiskal BUMN.
Gambar 1. Template Analisis Risiko Fiskal BUMN

Mengacu pada gambar 1 diatas, template analisis risiko fiskal BUMN disusun melalui beberapa tahap utama berikut:
Tahap I adalah mengumpulkan informasi yang terkait dengan BUMN
Informasi yang diperlukan meliputi laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba), rencana usaha BUMN (RKAP) dan rencana jangka menengah (RJPP) , dan sebaiknya juga termasuk informasi yang lengkap tentang seluruh transaksi dengan pemerintah dan antar BUMN lainnya. Tingkat detail dari data tergantung dari faktor risiko dan besarnya risiko . Sebagai tambahan, BUMN sebaiknya melaporkan kewajiban off-balance baik dalam aktiva maupun kewajiban (misalnya kontrak penyediaan input dapat memuat kewajiban contingent yang signifikan).
Tahap II adalah menyusun asumsi utama yang diperlukan untuk penilaian risiko
Penyusunan ini difokuskan pada faktor risiko utama yang memberikan dampak pada APBN atau neraca pemerintah. Departemen Keuangan akan menyediakan asumsi makroekonomi utama seperti asumsi nilai tukar, suku bunga dan harga minyak. Sebagai tambahan, asumsi juga membutuhkan faktor spesifik sektor atau BUMN yang mempengaruhi kinerja operasi dan neraca BUMN seperti harga penjualan, volume dan biaya input utama.
Tahap III adalah menyusun skenario baseline dan alternatif untuk jangka menengah
Tahap ini sangat penting dalam mendefinisikan sensitivitas operasi dan neraca BUMN terhadap asumsi utama, termasuk bahwa skenario baseline dan alternatif menggambarkan bagaimana operasi dan neraca BUMN dipengaruhi oleh shock ekonomi dan perubahan lingkungan bisnis atau kebijakan pemerintah. Dalam beberapa kasus, skenario baseline tidak secara nyata identik dengan skenario BUMN – walaupun dalam penyusunannya telah dikonsultasikan dengan BUMN – karena model lebih disederhanakan daripada program keuangan yang dipakai BUMN untuk perencanaan dan proyeksi.
Tahap IV adalah output utama dari template yaitu penilaian risiko berdasarkan analisis skenario dan stress test
Kegunaan tiga skenario – baseline, optimis, dan pesimis – memungkinkan untuk menilai risiko fiskal yang ditimbulkan oleh BUMN yang berbeda-beda dan besaran potensi kewajiban yang ditanggung oleh pemerintah dalam jangka waktu menengah. Stress test berguna untuk menilai dampak keseluruhan terhadap APBN dari shock makroekonomi (seperti kenaikan harga minyak). Sebagai tambahan, template juga mencakup data seri indikator keuangan (seperti tingkat profitabilitas dan likuditas) yang dapat membantu dalam penilaian posisi keuangan BUMN.
Tahap V, indikator kunci dipakai untuk menilai risiko fiskal dari masing-masing BUMN secara konsolidasi
Penilaian ini dilakukan berdasarkan spreadsheet master yang merupakan agregasi informasi dari seluruh BUMN yang diikuti dengan memeriksa konsistensi proyeksi atas transaksi antar BUMN. Dari template ini juga tergambar jika suatu shock memberi dampak negatif terhadap APBN melalui BUMN tertentu namun disisi lain memberi dampak positif terhadap APBN melalui BUMN lainnya (seperti depresiasi rupiah akan meningkatkan keuntungan BUMN yang mempunyai aktiva dalam denominasi valas dan sebaliknya menurunkan keuntungan BUMN yang mempunyai kewajiban dalam mata uang asing). Kedua penilaian individu dan konsolidasi ini akan berguna dalam monitoring BUMN, peningkatan koordinasi antara pemerintah dan BUMN (seperti pengelolaan utang) dan mengelola risiko fiskal.
Uji Macrostress risiko fiskal BUMN tahun 2008 dilakukan pada tujuh BUMN yakni PT Perusahaan Listrik Negara, PT Pertamina, PT Perusahaan Gas Negara, Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., PT Pelayaran Nasional Indonesia, PT Kereta Api dan PT Pupuk Sriwidjaja.
Pengembangan uji macrostress tahun 2009 dilakukan terhadap 22 BUMN yang meliputi BUMN non-keuangan dan BUMN keuangan. Rincian BUMN tersebut adalah:
BUMN non-keuangan
PT Aneka Tambang, Tbk., Perum Bulog, PT Garuda Indonesia, PT Krakatau Steel, PT Pelabuhan Indonesia II, PT PAL Indonesia, PT Pelayaran Nasional Indonesia, PT Pertamina, PT Perusahaan Gas Negara, Tbk., PT Perusahaan Listrik Negara, PT Tambang Batubara Bukit Asam,Tbk., PT Kereta Api, PT Perkebunan Nusantara IV, PT Pupuk Sriwidjaja, PT Semen Gresik, Tbk., PT Timah,Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., dan PT Wijaya Karya, Tbk.
BUMN keuangan, PT Asuransi Kesehatan, PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk., PT Bank Mandiri, Tbk., dan PT Jamsostek.
Dua puluh dua BUMN tersebut dipilih berdasarkan kriteria: (i) BUMN yang membukukan laba terbesar, (ii) BUMN yang menderita kerugian terbesar, (iii) BUMN yang mendapatkan dana PSO/subsidi terbesar, dan (iv) BUMN yang mewakili sektor dalam perekonomian Indonesia. Sampel BUMN tersebut diharapkan dapat mewakili berbagai karakteristik BUMN yang mempengaruhi risiko fiskal.
IV. Output dan Interpretasi
Macrostress test menyajikan dua hasil utama yaitu analisis skenario dan hasil stress test. Skenario analisis menggambarkan tingkat ketidakpastian indikator risiko fiskal masing-masing BUMN maupun agregasinya, sedangkan hasil stress test menyajikan perubahan relatif atas indikator risiko fiskal BUMN jika terjadi guncangan atau tekanan faktor risiko (shock).
Analisis skenario menunjukkan perbandingan posisi indikator risiko fiskal BUMN berdasarkan sejumlah asumsi. Asumsi ini meliputi (i) asumsi makro, (ii) asumsi industri dan (iii) asumsi perusahaan. Selain itu penentuan skenario, berdasarkan tiga kejadian yang diperkirakan mungkin terjadi yaitu: (i) basis/moderat, (ii) optimis dan (iii) pesimis, juga perlu mempertimbangkan interaksi dan korelasi antar faktor-faktor risiko yang diperhitungkan.
Berikut asumsi faktor-faktor risiko makro pada skenario-skenario yang digunakan:

Tabel 8. Asumsi pada Skenario Pesimis

Skenario analisis menunjukkan bahwa kinerja portofolio 22 BUMN dalam memberikan arus kas bersih kepada keuangan negara menjadi lebih baik dalam kondisi makroekonomi seperti yang diasumsikan dalam skenario optimis. Skenario pesimis menunjukkan hal yang sebaliknya. Nilai hutang bersih dan kebutuhan pendanaan bruto tidak memberikan hasil yang signifikan. Namun hal terakhir ini juga akibat belum dimasukkannya rencana investasi dan pendanaan beberapa BUMN yang diperhitungkan.
Pada skenario baseline, kontribusi BUMN terhadap APBN menunjukkan posisi negatif yang disebabkan masih besarnya subsidi yang harus ditanggung oleh Pemerintah daripada penerimaan yang didapat dari pajak dan dividen. Jumlah ini akan semakin bertambah pada saat skenario pesimis yang antara lain diasumsikan bahwa variabel-variabel makro yang mempengaruhi besaran biaya produksi operasional BUMN mengalami kenaikan dan tidak ada penyesuaian tarif yang ditetapkan pemerintah.
Gambar 1. Skenario Basis (Moderat)

Sedangkan skenario optimis menunjukkan bahwa risiko fiskal yang bersumber dari BUMN akan berkurang tekanannya terhadap APBN jika kondisi makro ekonomi kondusif dan atau dibarengi dengan langkah-langkah penyesuaian oleh pemerintah. Sebagai contoh, dalam skenario ini diasumsikan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar relatif stabil akan membuat kinerja keuangan BUMN menjadi positif, mengingat sebagian besar ketujuh BUMN ini denominasi dolar baik dalam operasional maupun komposisi utangnya sangat besar. Informasi ini diharapkan dapat berguna bagi pemerintah dalam mengupayakan kisaran level nilai tukar rupiah yang kondusif bagi BUMN khususnya dan pelaku usaha lainnya dalam perekonomian Indonesia.
Gambar 2. Skenario Optimis

Gambar 3. Skenario Pesimis

Uji macrostress meliputi tiga uji, yaitu: penurunan pertumbuhan PDB sebesar 1% dari yang diperkirakan, kenaikan kurs valas sebesar 20% dari perkiraan, kenaikan harga minyak bumi dunia sebesar USD 25 per barel dari perkiraan, dan kenaikan suku bunga sebesar 3% di atas yang diperkirakan. Uji ini dapat dilakukan untuk setiap skenario namun hasil yang ditunjukkan dalam buku ini adalah berdasarkan skenario basis.
Hasil uji macrostress ini seperti pada tabel 9 memperlihatkan shock yang disebabkan oleh peningkatan harga minyak memberikan dampak yang paling signifikan, disusul dengan kurs valas kemudian pertumbuhan suku bunga dan terakhir pertumbuhan PDB.
Melihat dari pengaruhnya kepada arus kas bersih kepada keuangan negara, keempat faktor ini memberikan dampak yang negatif. Hal ini juga tampak pada peningkatan nilai subsidi.
Stress test beberapa variabel utama makro ekonomi terhadap risiko fiskal BUMN agregat menunjukkan bahwa perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar sebesar 20 persen mempunyai dampak negatif yang sangat signifikan terhadap operasional dan neraca keuangan BUMN agregat. Kerentanan ini yang demikian besar disebabkan komposisi utang dan biaya operasional dalam mata uang asing yang sangat besar.
Selanjutnya kenaikan harga minyak dunia juga secara signifikan akan mendorong naiknya biaya produksi, terutama pada BUMN di bidang energi, transportasi dan pupuk, yang mengakibatkan kontribusi bersih terhadap APBN semakin negatif. Aliran dana dari pemerintah ini sebagaian besar berupa pemberian subsidi. Dalam kerangka APBN, risiko BUMN yang langsung bermuara pada besaran subsidi dan yang tidak langsung berupa contingent liabilities utang BUMN, yakni terdapat kemungkinan BUMN default dan tidak mampu membayar kewajiban utangnya.
Tabel 9. Uji Macro Stress pada 22 BUMN
a. Depresiasi Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat sebesar 20 persen

c. Kenaikan harga minyak sebesar USD 25 per barel

V. Penutup
Kesimpulan
Risiko keuangan negara dapat muncul dari BUMN akibat fluktuasi faktor-faktor makroekonomi. Faktor-faktor ini mempengaruhi kinerja BUMN sehingga berdampak kepada keuangan negara melalui transaksi antara BUMN dengan pemerintah. Transaksi tersebut melalui : pajak-pajak, dividen, pembayaran bunga dan pokok pinjaman dari pemerintah, subsidi, dan transfer dari pemerintah selain subsidi.
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi kinerja BUMN dengan cara yang berbeda sesuai dengan karakteristik BUMN yang bersangkutan : bidang usahanya, komposisi aset dan kewajiban dalam mata uang asing, besar pinjaman bunga mengambang, komposisi pendapatan ekspor dan impor, komposisi biaya berdasarkan valuta, korelasi pendapatan dan biaya dengan harga energi, dan lain-lain. Untuk itu perlu kajian mengenai bagaimana eksposur kinerja BUMN dan kontribusi kepada keuangan negara terhadap faktor-faktor tersebut.
Pemerintah adalah pemilik portofolio BUMN. Oleh karena itu total risiko kepada keuangan negara adalah total risiko portofolio: arus kas bersih kepada keuangan negara, nilai hutang bersih, dan kebutuhan pendanaan bruto. Dua yang terakhir berkaitan dengan kewajiban kontinjen implisit pemerintah terhadap hutang dan pembiayaan BUMN.
Keterbatasan dan Pengembangan
Melakukan Macro Stress Test memiliki keuntungan seperti terefleksikannya pengaruh faktor makro pada proyeksi keuangan BUMN dan pada akhirnya pada proyeksi keuangan Negara. Namun demikian, MacroStress Test ini uuga memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, tes ini tidak memperhitungkan korelasi antar variabel makro dan perusahaan. Efek faktor makro dianggap memberi pengaruh secara linear dan terpisah. Padahal pada situasi sebenarnya, hal tersebut tidaklah demikian. Pengaruh perubahan faktor makro mempengaruhi variabel lain secara simultan.
Kedua, adalah batasan seberapa ekstrim variabel yang harus dimasukkan atau how stressful is the stress test masih sering diperdebatkan. Hasil tes tidak menggaransi bahwa masa yang akan datang tidak lebih buruk dari variabel ekstrim tersebut. Bisa jadi ada kondisi lebih buruk baru yang tak pernah terduga. Yang perlu ditekankan adalah, apapun hasilnya, proyeksi tetap merupakan dugaan (dalam beberapa referensi sering disebut sebagai highly educated guess alias tebakan kelas tinggi). Hasil di masa yang akan datang tetap tidak ada yang tahu, sehingga diperlukan adanya mitigasi risiko.
Beberapa hal yang dapat diperhatikan untuk memperbaiki hasil tes adalah penerapan model probabilitas untuk mendapatkan hasil proyeksi yang lebih wajar. Selain itu, hubungan arus kas antar BUMN satu dengan yang lain juga dapat dimasukkan sebagai faktor korelasi yang lebih mencerminkan kondisi riil.
Updating/pemuktahiran model dengan data-data terkini sangat diperlukan untuk melakukan monitoring terhadap risiko fiskal yang muncul dari portofolio BUMN. Untuk itu perlu adanya kerjasama antara berbagai pihak terutama Kementerian BUMN, Kementrian Keuangan dan BUMN untuk memberikan data serta asumsi yang digunakan demi akurasi hasil dari model ini.
Rekomendasi
Hasil macrostress test risiko fiskal BUMN dapat dijadikan sebagai salah satu acuan sumber informasi dalam kebijakan pengelolaan risiko fiskal di Departemen Keuangan, khususnya dalam penyediaan bahan analisis risiko BUMN yang terkait dengan risiko fiskal kinerja BUMN, pelaksanaan Public Service Obligation, penyertaan modal negara, restrukturisasi dan privatisasi.
Guna menjaga kesinambungan pengukuran risiko fiskal BUMN diperlukan penyusunan payung hukum yang mengatur kerjasama kelembagaan antara Departemen Keuangan dengan Kementerian Negara BUMN dan masing-masing BUMN terkait dengan penyajian penyajian data dan informasi BUMN.