Pasca Pilpres Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Cerah
Penulis: Makmun
Dalam APBN 2009 pertumbuhan ekonomi diasumsikan akan tumbuh mencapai 4-5% dan asumsi ini berpotensi untuk direvisi kembali menyusul prediksi lembaga IMF yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia kembali mengalami penurunan tajam menjadi minus 0,5% sampai minus 1,5% dari sebelumnya 0,5%-0%. IMF juga memperkirakan Asia Tenggara akan menjadi wilayah yang paling mendapat pukulan di sektor ekspor akibat pelambatan ekonomi di AS.
Perkiraan IMF di atas sejalan dengan hasil proyeksi yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan ini untuk tahun 2009. Ekonomi Asia diprediksi akan mencapai titik terburuknya sejak krisis finansial tahun 1997/1998. ADB memperkirakan perekonomian Asia hanya akan tumbuh 3,4% di tahun 2009, atau turun tajam dibandingkan pertumbuhan ekonomi Asia tahun 2008 yang mencapai 6,3% dan 9,5% di tahun 2007.
Bank Dunia juga memperkirakan perkembangan perekonomian global yang masih buruk akan mengurangi permintaan ekspor. Begitu pula, turunnya harga komoditas akan berpengaruh pada nilai ekspor, pendapatan, dan investasi. Produk manufaktur dan hasil bumi, yang menjadi pemicu penting pertumbuhan, akhir-akhir ini terpukul oleh permintaan eksternal yang turun dan harga yang rendah.
Dalam laporan bertajuk �Prospek Ekonomi Global�, Bank Dunia memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2009 hanya akan mencapai sebesar 0,9% dan volume perdagangan akan mengalami penurunan sebesar 2,1%. Ekonomi global saat ini berada di persimpangan. Kondisi ini disebabkan oleh transisi periode berkesinambungan yang didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat massif dari negara-negara berkembang mengarah kepada kondisi yang dipenuhi ketidakpastian seiring dengan krisis keuangan yang berawal di negara-negara maju, dan telah menyebar ke negara-negara berkembang.
Perekonomian negara-negara berkembang diperkirakan hanya akan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4.5% sementara di negara maju justru diharapkan akan terjadi kontraksi ekonomi rata-rata 0.1%. Proyeksi ini lebih pesimis dari proyeksi yang dibuat pada bulan Juni lalu yang memperkirakan bahwa pertumbuhan negara maju akan sebesar 3% sementara negara berkembang mengalami pertumbuhan sebesar 6.4%.
Setidak-tidaknya terdapat tiga faktor yang meminimalisir dampak krisis global, yakni good luck, good policy, dan good politics. Ketiga faktor ini diperkirakan akan terus berlanjut dan diperkirakan akan berimplikasi pada pasar finansial. Pertama, Indonesia memiliki beberapa karakteristik yang dapat membantu meredam dampak penurunan global, yakni (i) Indonesia memiliki pasar domestik yang cukup besar, sehingga dapat terlindungi dari guncangan permintaan luar, (ii) adanya diversifikasi ekspor Indonesia baik berdasarkan negara tujuan maupun diversifikasi produk ekspornya, dan (iii) share komodit primer dalam komposisi ekspor yang cukup besar yakni mencapai dua pertiga dari total ekspor.
Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia bersama-sama India dan China adalah tiga negara yang tidak banyak bergantung pada ekspor. Di Indonesia ekspor hanya menyumbang GDP kurang lebih sebesar 22%, sementara di India ekspor kurang lebih hanya menyumbang 15% terhadap GPD dan China kurang lebih sebesar 25%. Tiga negara yang masih memiliki tingkat pertumbuhan positif ini adalah negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Faktor jumlah penduduk inilah rupanya yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi disaat negara lain mengalami penurunan pertumbuhan akibat anjloknya ekspor.
Kedua, dalam rangka pengelolaan anggaran, pemerintah dimungkinkan untuk memperluas defisit hingga 2,5% terhadap GDP pada tahun 2009. Tentu saja ini dapat mendorong peningkatan permintaan dalam negeri. Sementara itu dari sisi moneter, Bank Indonesia terus menurunkan BI rate hingga mencapai level 7%. Penurunan BI rate ini diharapkan mampu menjadi faktor pendorong pertumbuhan kredit pada semester kedua 2009.
Dengan keunggulan dua faktor di atas, Bank of America and Merrill Lynch Research memprediksikan bahwa dalam tahun 2009 perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 3,6% dan 2010 naik menjadi 4,8%. Sementara itu konsumsi swasta diperkirakan akan tumbuh sebesar 4% (2009) dan 4,2% (2010), belanja pemerintah akan tumbuh 12,5% (2009) dan 8% (2010), fixed investment diproyeksikan akan tumbuh 7,3% (2009) dan 6,5% (2010), ekspor diperkirakan akan turun 3% (2009) dan naik 6% (2010), impor diperkirakan akan turun 4% (2009) dan naik 8% (2010). Sejalan dengan perkiraan ini adalah Consumen Price Index (CPI) rata-rata akan tumbuh 5,3% (200) dan 6% (2010), tingkat bunga diperkirakan pada akhir tahun 2009 turun menjadi 6,5%, namun untuk 2010 diperkirakan akan naik kembali ke posisi 7,5%. Sedangkan untuk nilai tukar rupiah terhadap USD pada tahun ini diperkiaran akan berada pada posisi Rp10.000/USD untuk 2009 dan diharapkan menguat menjadi Rp 9.700 untuk 2010.
Ketiga, faktor kemenangan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (SBY-Boediono) dalam pilihan presiden (pilpres) 8 Juli 2009 akan menjadi faktor pendorong laju pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana diketahui bahwa berbagai pelalu ekonomi baik domestik maupun asing sebelum pilpres memang lebih berpihak pada pasangan ini dari pada dua pasangan yang lain. Alhasil, perhitungan cepat (quick account) pun mendapat reaksi yang positif dari pasar. Diperkirakan hasil quick account ini akan mendongkrak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun penguatan rupiah.
Dengan ketiga indikator ekonomi di atas, masih ada rasa optimis bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan mengalami penurunan yang drastis sebagai akibat dari resesi global. Masih ada harapan perekonomian Indonesia dapat bertahan dari target revisi yang nantinya akan ditetapkan dalam APBN-P. Dengan demikian kita tidak perlu risau terhadap hasil proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh lembaga-lembaga keuangan internasional.
Oleh: Makmun
Peneliti Badan Kebijakan Fiskal, Depeku