Membangun Kemampuan,Membangun Kebanggaan
Penulis: Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo
PERISTIWA menarik terjadi bulan lalu, yaitu peluncuran kapal perang jenis landing platform dock oleh PT PAL Indonesia.
Kapal pesanan Departemen Pertahanan dan TNI Angkatan Laut itu merupakan bagian dari empat kapal yang dibiayai dengan kredit ekspor dari Korea Selatan. Dua kapal dibangun di galangan kapal Daewoo International Corporation di Korea Selatan, sedangkan kapal ketiga dan keempat dibangun di galangan kapal PT PAL di Surabaya. Kapal landing platform dock pertama buatan Korea Selatan yang dinamai KRI Makassar sudah diterima TNI Angkatan Laut pada Maret 2008.
Adapun kapal buatan PT PAL dinamai KRI Banjarmasin. Kapal perang itu merupakan kapal pengangkut pasukan yang mampu membawa sebuah kapal pendarat di dalamnya serta kendaraan perang seperti tank amfibi maupun kendaraan pengangkut pasukan.Pasukan yang mampu diangkut berjumlah 507 orang atau sekitar satu batalion sehingga merupakan suatu kemampuan yang sangat strategis bagi TNI Angkatan Laut. Pembangunan kapal perang jenis landing platform dock di PT PAL ternyata disertai perbaikan desain dibandingkan dua kapal sebelumnya yang dibangun di Korea Selatan,yaitu penambahan kemampuan untuk mengangkut lima helikopter.
Sebelumnya, landing platform dock buatan Korea Selatan hanya mampu mengangkut tiga helikopter. Landing platform dock merupakan jenis kapal yang banyak dimiliki angkatan laut negara-negara maju. Angkatan Laut Inggris misalnya membangun landing platform dock pada awal tahun 2000. Dua tahun kemudian mereka sudah meluncurkannya. Dua kapal landing platform dock mereka, HMS Albion dan HMS Bulwark,menggantikan dua kapal sebelumnya yang sudah tua, tetapi sangat berjasa pada saat Perang Malvinas.
Angkatan Laut Belanda juga meluncurkan kapal yang sama HrMs Rotterdam pada 1997 dan HrMs Johann de Witt pada 2007. Kapal tersebut didesain bersama Spanyol di mana Spanyol juga memiliki dua kapal yang sama, yaitu Galicia dan Castilia, yang diluncurkan tahun 1998 dan 2001.
Kemampuan Membangun Alutsista Domestik
Perkembangan ini merupakan prestasi membanggakan bagi bangsa Indonesia.Ternyata, tanpa kita sadari, kemampuan para insinyur kita dalam membangun industri maritim sudah sedemikian berkembang. PT PAL bahkan sudah mampu pula membangun kapalkapal niaga berukuran 50.000 ton yang dikenal sebagai STAR 50.
Beberapa kapal ini sudah diserahkan kepada para pemesannya, antara lain dari Jerman,Turki, Hong Kong. Dengan teknologi yang mereka miliki dalam membangun STAR 50, PT PAL sebenarnya mampu membangun kapal induk helikopter yang mampu mengangkut 16 helikopter, 10 di dalam badan kapal dan 6 helikopter di dek. Jika ini bisa dilakukan,kemampuan membangun kapal perang itu merupakan kemajuan penting dalam upaya kita memenuhi kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) produksi dalam negeri.
Hal menarik lainnya adalah kemampuan PT Dirgantara Indonesia dalam membangun helikopter. Helikopter Puma maupun Bell mampu digarap oleh perusahaan tersebut.Tinggal pengembangan helikopter militer yang perlu dipelajari lebih lanjut jika kita memang ingin memasuki area tersebut. PT Dirgantara Indonesia juga mampu memenuhi pesanan Korea Selatan bagi pengembangan pesawat CN 235 yang dimodifikasi untuk keperluan militer.
Pesawat semacam ini mampu dikembangkan sebagai pesawat pengintai angkatan laut,pesawat pengangkut pasukan, dan sebagainya. Untuk angkatan darat,kemampuan PT Pindad juga mulai teruji dalam penyediaan kendaraan pengangkut pasukan (armoured personnel carrier atau APC) yang secara sepintas tidaklah kalah dibandingkan dengan kendaraan serupa buatan Renault Prancis.
Pesanan Departemen Pertahanan sebanyak 154 panser tersebut akan mendukung kemampuan perusahaan tersebut dalam penyediaan alutsista TNI Angkatan Darat di tahun-tahun mendatang.Kemampuan semacam itu merupakan peningkatan yang sangat berarti dari kemampuan mereka membuat senjata infanteri seperti senapan serbu yang dewasa ini bahkan telah menjadi senjata organik TNI.
Secara bisnis, pesanan sebanyak itu akan membuat kemampuan finansial PT Pindad mengalami kenaikan yang sangat berarti. Dengan kemampuan industri militer kita dalam memenuhi kebutuhan alutsista dari dalam negeri, ketergantungan kita terhadap industri militer luar negeri dapat dikurangi. Ini berarti hambatan yang muncul,misalnya dari adanya embargo,dapat kita hindarkan. Dengan membandingkan pengalaman di Ambalat yang mengusik kehormatan kita,tambahan alutsista bagi TNI Angkatan Laut tersebut merupakan kekuatan baru.
Selesainya empat kapal korvet dari Belanda juga menambah kemampuan bela diri TNI Angkatan Laut sehingga peristiwa Ambalat tidak perlu terulang.Terlebih lagi, pembangunan kapal tersebut sebagian dipenuhi oleh galangan kapal kita sendiri. Hal ini akan menjadi bahan perhitungan penting bagi negara lain dalam melihat kemampuan militer Indonesia. Pengalaman Indonesia dalam membangun landing platform dock yang cukup kompleks tersebut tentu menyadarkan kita untuk memberikan prioritas bagi pengembangan alutsista serupa di dalam negeri.
Pembangunan empat kapal korvet yang seluruhnya dibangun di galangan kapal Belanda seyogianya dapat pula sebagian dibangun PT PAL.Pada akhirnya, upaya kita membangun kemampuan produksi alutsista dalam negeri akan memberikan kebanggaan dan rasa percaya diri bagi kita semua.(*)
CYRILLUS HARINOWO HADIWERDOYO
Pengamat Ekonomi