Pemangkasan Defisit atau Stimulus Fiskal?
Penulis: Makmun
Terdapat banyak agenda yang dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Toronto, Kanada. Namun diantara berbagai agenda tersebut, terdapat dua issue penting yang perlu mendapatkan perhatian, yakni masalah pemangkasan defisit anggaran dan kebijakan stimulus fiskal. Kedua issue ini kecil sekali kemungkinannya dijalankan secara bersamaan, karena bertolak belakang. Jika terjadi pemangkasan deficit anggaran, maka kebutuhan anggaran untuk stimulus fiscal tidak terakomodir, sebaliknya jika kebijakan stimulus fiscal menjadi prioritas maka konsekuensinya menambah deficit fiscal.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam forum G20, Kanada melalui Menteri Keuangan Kanada Jim Flaherty mengusulkan pengurangan rasio utang. Sebelumnya, Perdana Menteri Kanada Stephen Harper mengajukan sebuah kesepakatan kepada anggota G20. Harper mengusulkan untuk membagi defisit pada 2013 dan memulai pengurangan rasio utang pada 2016. Usulan Kanada ini ditanggapi berbeda-beda diantara negara perserta KTT.
Sebagian anggota membutuhkan langkah mendesak untuk memangkas anggaran secara drastis. Sekedar contoh adalah raksasa ekonomi di zona euro seperti Jerman dan Prancis, mengusulkan pemangkasan defisit untuk mencegah penyebaran krisis. Jerman berencana memangkas anggaran sekitar 86 miliar euro atau sekitar 107 miliar dollar AS mulai 2011 hingga 2014. Langkah tersebut bertujuan mengurangi defisit negaranya, dan dalam waktu yang bersamaan memperkokoh pertumbuhan dengan berinvestasi di beberapa bidang, termasuk pendidikan.
Sementara itu sebagian lainnya mengusulkan tak perlu buru-buru melakukan langkah pengetatan anggaran. Kelompok anti pengetatan anggaran yang dimotori oleh Presiden Amerika Serikat Barack Obama khawatir rencana tersebut bakal mengancam pertumbuhan ekonomi global yang dinilai masih rapuh. Dari sini nampak bahwa adanya perbedaan reaksi atas usulan Kanada ini lebih disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan negara masing-masing.
Berkenaan dengan usulan pemangkasan defisit anggaran hingga kini belum ada kesepakatan. Namun dalam forum tersebut telah disepakati bahwa defisit harus dijinakkan dalam jangka panjang, tetapi tiap negara akan menggunakan cara berbeda dalam jangka pendek, tergantung besar kecilnya utang tiap-tiap negara.
Pilihan Kebijakan
Mesti ditentang sejumlah anggota KTT G20, kebijakan pemangkasan defisit anggaran yang diusulkan Kanada mungkin saja pada akhirnya akan menjadi kesepakatan bersama. Para pemimpin negara-negara G20 kini masih memfokuskan pada upaya mencari kesepakatan bentuk stimulus fiskal dan penurunan suku bunga untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan pelaku pasar. Namun perlu diketahui bahwa dalam pertemuan G20 yang berlangsung di Busan, Korea Selatan, 3-5 Juni lalu, negara-negara G20 telah menyarankan penghentian stimulus fiskal, karena kebijakan ini sering digunakan sebagai alasan munculnya defisit anggaran.
Rekomendasi G20 di Busan di atas nampaknya sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan. Dalam sebuah kajian yang berjudul “Analisis Efektivitas Kebijakan Stimulus Fiskal: Studi Kasus Industri, Tekstil, Karet, Kertas dan Kelapa Sawit� (www.fiskal.depkeu.go.id) dapat disimpulkan bahwa kebijakan stimulus fiskal mengandung beberapa kelemahan, baik untuk kebijakan yang ditujukan untuk dunia usaha maupun kebijakan yang dilakukan melalui belanja Kementerian/Lembaga.
Hasil studi juga menunjukkan bahwa terdapat 24 sektor yang sangat rentan terhadap dampak krisis global yang seharusnya menjadi sasaran kebijakan stimulus fiskal. Namun demikian hasil survei membuktikan bahwa stimulus dalam bentuk bea masuk dan pajak ditanggung pemerintah, kurang dimanfaatkan oleh kalangan industri. Penyebabnya bersumber dari tidak siapnya aparat pemerintah baik di Pusat maupun Daerah. Ketidaksiapan ini mencerminkan rendahnya koordinasi dan sosialisasi kebijakan terhadap publik.
Berdasarkan rekomendasi G20 di Busan dan hasil penelitin BKF di atas, nampaknya ada dua alternatif yang dapat ditempuh negara-negara anggota G20, yakni memotong defisit fiskal atau melanjutkan kebijakan stimulus fiskal untuk mendorong keluar dari krisis dengan konsekuensi menambah defisit. Kebijakan mana yang akan dipilih sangat dipengaruhi oleh kondisi masing-masing negara anggota G20.
Apabila pilihan jatuh pada pemotongan defist fiskal, maka konsekuensi yang akan mungkin muncul adalah sulitnya mencapai target-target yang sudah ditentukan dalam budget negara, seperti tingkat pertumbuhan, pengurangan pengangguran, penciptaan lapangan pekerjaan baru dan lain sebagainya. Akibatnya negara yang kesulitan keluar dari jebakan krisis global. Namun di sisi lain perlu pula dipertimbangkan bahwa defisit anggaran yang tanpa mempertimbangkan batas-batas yang prudent juga akan mencelakakan negara. Kasus terakhir yang menimpa Yunani menjadi bukti argument ini.
Sementara itu untuk keluar dari jebakan krisis global, kebijakan stimulus fiscal nampaknya menjadi suatu keniscayaan. Sebagai konsekuensinya kebijakan pemangkasan deficit anggaran tidak mungkin ditempuh. Permasalahannya kebijakan stimulus fiscal selama ini banyak yang salah sasaran, sehingga keefektivannya selalu dipertanyakan. Dengan demikian dikhawatirkan deficit anggaran yang timbul akibat tuntutan kebijakan stimulus fiscal akan membebabi Negara dikemuadian hari. Untuk itu pemerintah perlu mengevaluasi kembali kebijakan ini agar lebih tepat sasaran. Pemerintah perlu melakukan pemetaan secara benar terhadap sektor-sektor yang akan menjadi target stimulus agar tidak terimbas krisis global. Langkah ini perlu diikuti pula dengan sosialisasi kebijakan secara efektif pula.
Terlepas dari pilihan mana yang menjadi prioritas negara, bagaimanapun juga harus ada kesepakan bersama diantara negara-negara anggota G20 dalam menyikapi masalah defisit fiskal. ini. Nampaknya perlu dikaji ulang standar defisit anggaran yang dianggap prudent. Langkah selanjutnya perlu pula disepakati adanya komitmen diantara negara-negara G20 untuk menjinakkan tingkat defisit dalam jangka menengah dan panjang.
Oleh: Makmun
Peneliti Utama Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan