Penulis: Walujo Djoko Indarto
Era reformasi yang melanda Indonesia menuntut adanya otonomi yang lebih luas bagi daerah kabupaten dan kota, hal ini telah ditanggapi dengan arif oleh pemerintah pusat dengan mengundangkan UU No. 22 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang memberikan otonomi yang lebih luas kepada daerah untuk "memerintah daerahnya sendiri". Maslah yang timbul kemudian adalah kemampuan pemerintah pusat dan daerah untuk dapat membiayai jalannya pemerintahan. Adanya bagi hasil sumber daya alam dipandang oleh pemerintah daerah yang mempunyai sumber daya alam yang berlimpah masih kurang adil. Sedangkan untuk daerah yang minim sumber daya alamnya, otonomi daerah ini membawa dampak yang terlalu besar, bahkan ada beberapa daerah yang akan mengalami penurunan pendapatan untuk membiayai operasional pemerintahannya. Perlu dipersiapkan secara sungguh-sungguh sarana dan prasarana yang akan mendukung pelaksanaan UU ini, jangan nantinya UU ini menjadi bumerang bagi pemerintah yang hasilnya adalah disintegrasi bangsa.Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia.
The views and opinions expressed in this article are those of the authors and do not necessarily reflect the official policy from Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance, Republic of Indonesia.