Art Original
Biografi Herry Purnomo
Herry Purnomo mengawali kariernya dari bawah. Selepas lulus dari Institut Ilmu Keuangan (IIK, yang kelak berubah menjadi PKN STAN), ia memilih Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Bengkulu sebagai tempat kerja pertamanya. Ia mulai melihat ada yang salah dalam pelaksanaan kerja sehari-hari, yaitu beredarnya uang amplop dalam pengurusan tagihan ke negara.
Sebagai bawahan, ia tidak bisa berbuat banyak. Namun semua hal yang dialami itu, menguatkan tekadnya untuk suatu hari membuat citra KPKN,yang kini dikenal dengan nama KPPN atau Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, sebagai ujung tombak Kementerian Keuangan yang bersih dari pungli.
Kesempatan itu datang juga. Begitu diangkat sebagai Direktur Jenderal Perbendaharaan pada 1 November 2006, target utamanya adalah menciptakan KPPN yang bersih, efisien, dan berwibawa. Kebetulan Menteri Keuangan Sri Mulyani mempunyai semangat yang sama. Maka lahirlah KPPN Percontohan sebagai pilot project.
Untuk mendapatkan pegawai yang berintegritas, dilakukan asesmen. Karena sudah menggunakan komputerisasi, jumlah pegawai yang tidanya 150 kini tinggal 30. Perubahan juga dilakukan pada tata letak kantor, sehingga semua pegawai dalam satu ruang. Sistem penerimaan berkas tagihan melalui front office. Berkas tidak lagi berpindah dari satu meja ke meja lain, yang menimbulkan rawan pungli.
Uji coba berjalan sukses dan sistem baru pun diberlakukan di semua KPPN, mesti sempat menyebabkan kelebihan pegawai di Kanwil Perbendaharaan.
Sukses di Ditjen Perbendaharaan, Herry Purnomo digeser ke Ditjen Anggaran. Di tempat yang baru ini, ia kembali membuat terobosan dengan menyederhanakan pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang diajukan kementerian dan lembaga. Tadinya, rencana anggaran diajukan ke Ditjen Anggaran untuk mendapatkan SAPSK (Satuan Anggaran per Satuan Kerja) yang kemudian dibawa ke Ditjen Perbendaharaan untuk diterbitkan DIPA.
Model dua pintu ini banyak dikeluhkan oleh kementerian dan lembaga. Setelah mempelajari dari sisi peraturan dan perundang-undangan, ia akhirnya memutuskan pengajuan DIPA cukup satu pintu lewat Ditjen Angggaran. Selain diprotes kolega di Ditjen Perbendaharaan, Herry Purnomo langganan dipanggil aparat hukum jika ada pejabat di kementerian dan lembaga yang menyelewngkan DIPA karena tanda tangannya ada disitu. Tapi dengan bukti dokumen yang kuat, ia bisa melewati setiap pemeriksaan.
Tidak tersedia versi lain