Mendisain Koordinasi Fiskal- Moneter yang Efektif
Penulis: Makmun
Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada target pencapaian laju inflasi (inflation targeting), sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang. Adapun implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan suku bunga (BI Rate). Sedangkan perkembangan indikator moneter dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan.
Kebijakan fiskal (Fiscal Policy) adalah kebijakan pemerintah dengan menggunakan belanja negara dan perpajakan dalam rangka menstabilkan perekonomian. Adapun tujuan kebijakan fiskal adalah: Untuk meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi, untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran dan untuk menstabilkan harga-harga barang, khususnya mengatasi inflasi. Adapun jensi kebijakan fiskal yang sering ditempuh adalah melalui : Pertama, kebijakan fiskal ekspansif (expansionary fiscal policy). Kebijakan ini dirumuskan dalam bentuk menaikkan belanja negara dan menurunkan tingkat pajak netto. Kebijakan ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat . Kebijakan fiskal ekspansif dilakukan pada saat perekonomian mengalami resesi/depresi dan pengangguran yang tinggi. Kedua, adalah kebijakan fiskal kontraktif yang ditempuh dengan cara menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi.
Dalam rangka mencapai inflation targeting dengan sasaran utama tercapainya tingkat inflasi yang rendah dan stabil dengan salah satu karakteristik, maka syarat utama harus dipenuhi adalah adanya independensi bank sentral. Hal ini sejalan dengan hasil studi Masson (1997), bahwa dalam rangka mengendalikan inflasi, perlunya adanya koordinasi yang tinggi antara pihak yang mempengaruhi harga dan pengambil kebijakan moneter serta tidak adanya dominasi fiskal dalam kebijakan moneter.
Sudah lama terjadi perdebatan antara kebijakan fiskal dan moneter. Di satu sisi, kebijakan moneter diarahkan pada pencapaian target menjaga stabilitas tingkat harga. Sementara itu di sisi lain kebijakan fiskal ditetapkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Dari sini nampaknya muncul trade-off antara pencapaian stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi terutama dalam jangka pendek. Kebijakan defisit fiskal yang tinggi dapat menyebabkan kenaikan tingkat inflasi, sebaliknya perekonomian dengan tingkat inflasi yang tinggi juga memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Perkembangan perekonomian yang semakin dinamis dan terintegrasi dengan perekonomian dunia memberikan implikasi penting bagi para pelaku ekonomi terutama dalam pengambilan kebijakan makroekonomi.
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter merupakan bagian integral dari kebijakan makroekonomi yang memiliki target yang harus dicapai baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter melalui koordinasi yang baik akan memberikan sinyal positif bagi pasar dan menjaga stabilitas makroekonomi. Keselarasan kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia pada tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang baik. Dari sisi kebijakan fiskal, dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal, pemerintah mampu memberikan stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sinergi Kemenkeu-BI
Pasca pengunduran Sri Mulyani, Kementrian Keuangan sebagai pengambil kebijakan fiskal kini dipegang oleh Agus Martowardojo yang nota bene adalah seorang ahli perbankan (monetaris). Dengan latar belakang keahliannya, Agus sebenarnya lebih pas kalau ditempatkan di Bank Indonesia untuk mengurus masalah moneter. Namun nampaknya pasar dapat menerima kehadiran Agus Martowardojo dengan harapan keberadaan beliau dapat menyinkronkan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, sehingga mampu menggerakkan sektor riil.
Sementara itu Darmin Nasution, mantan Ditjen Pajak, yang kini menjabat Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, kini menjadi calon tunggal untuk menduduki jabatan sebagai Gubernur Bank Indonesia. Jika kita tengok ke belakang sejarah perjalanan Darmin Nasution, maka beliau sebenarnya lebih pas apabila ditempatkan sebagai Menteri Keuangan, karena keahliannya di bidang fiskal (fiskalis).
Mesti terkesan tidak menganut falsafat “the right man on the right place�, bukan berarti penempatan ini tidak pas. Kita tidak tahu apa yang melatarbelakangi penempatan ini. Namun setidak-tidaknya apabila kita berpikiran postif, kita masih dapat berharap ke depan sinergi antara kibijakan fiskal dan moneter dapat terjalin semakin baik. Perdebatan para ahli ekonomi berkenaan dengan kebijakan fiskal dan moneter dapat terselesaikan. Mentri Keuangan dalam setiap mengambil kebijakan fiskal ke depan diharapkan telah mempertimbangkan dampaknya terhadap moneter. Begitu pula sebaliknya kebijakan moneter yang akan diambil oleh Bank Indonesia diharapkan juga telah mempertimbangkan dampaknya terhadap fiskal.
Kebijakan penempatan ahli moneter di fiskal dan ahli fiskal di monetr akan semakin mampu menciptakan sinergi yang baik, apabila di level pejabat sebagai pemberi support pada Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia juga diikuti dengan pertukaran (magang) atau pembekalan dasar-dasar pengetahuan terkait dengan moneter dan fiskal. Dengan sistem seperti ini diharapkan para pejabat di lingkungan Kementrian Keuangan sebagai perencang kebijakan fiskal memiliki pengetahuan tentang masalah moneter. Begitu pula sebaliknya para pejabat di Bank Indonesia sebagai pengambil kebijakan moneter diharapkan juga memiliki pengetahuan tentang fiskal. Jika ini tercapai, maka diharapkan ke depan akan terjalin koordinasi fiskal- moneter yang semakin efektif.
Oleh: Makmun
Peneliti Utama Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan
Majalah Infobank edisi Juli 2010